Kamis, 10 Desember 2015

Jumat keempat tanpa Balqis

Sudah minggu ke-4 tanpa Balqis...
Dan saya rasanya masih kurang begitu waras

Maaf harus skip cerita saat Balqis menghembuskan nafasnya yang terakhir di ICU, saya belum mampu menguak luka itu lagi.
Disini saya hanya ingin menggambarkan bagaimana segala kerumitan harus saya hadapi dengan tetap santun dan "tidak keminter"

Sudah 4 minggu ini saya menghadapi orang2 berbeda dengan pemikiran yang beragam, baik yang paham agama atau yg tidak, begitu pula yg berilmu maupun yg low educated.
Saya capek, saya berusaha untuk berhenti berandai-andai, saya belajar memahami bagaimana manusia di dunia hanyalah menjalani skenario hidup dari yang Maha Kuasa...

Namun saat saya terpuruk, saat bahkan saya sendiri belum bisa memaafkan diri saya, orang-orang yang seharusnya berempati justru malah berspekulasi. Mereka hanya melihat saya saat saya duduk tegap, mereka tidak tau tiap saat saya memohon-mohon agar tubuh mungil itu bisa kembali saya dekap...

Entah karena mereka terlalu awam, atau bahkan terlalu kejam...
Kalau boleh saya sebut mereka 'nyinyir'

Karena beberapa orang merasa lebih bagus merawat dan mendidik anak,
Beberapa merasa sudah memberi perhatian dan kasih sayang penuh pada anaknya..
Tidak seperti malaikat kecil saya yang sering saya tinggal kerja
Bahkan beberapa lainnya 'mendewakan' rumah sakit atau bahkan dokter tertentu, tanpa mereka sadar siapa sebenarnya sang Maha Pemberi kesembuhan

Saya hanya berfikir, apa jadinya mereka jika berada di posisi saya saat ini? Atau saat dokter menyatakan bahwa anak saya sudah tiada? Apa mereka bisa lebih kuat dari saya? Atau mereka tidak menangis menyesal dan mengasihani diri seperti saya?

Disini saya hanya butuh untuk didampingi, bukan dikasihani, bahkan juga bukan untuk dihakimi

Dan 4 minggu ini, saya masih menjalani hidup layaknya mimpi..