Kamis, 30 Desember 2021

My Breastfeeding Journey

Saya dulu gagal dalam memberi Balqis ASI, saat itu saya kurang edukasi tentang ASI dan menganggap memberikan susu dalam botol kepada bayi secara terus menerus tidak berdampak jelek pada proses menyusui. Balqis hanya mendapatkan ASI selama kurang lebih 3 bulan, selanjutnya dia minum susu formula sampai berat badannya berlebihan.

Stok ASIP Alexa sebelum dipindah ke Freezer khusus

Untuk Jibril saya mulai mengusahakan ASI secara maksimal, meskipun tetap kurang rajin memerah ASI dan hasilnya JIbril tidak punya stok ASIP (ASI Perah) selama saya tinggal kerja. Jujur saya sempat iri melihat teman kerja saya yang stok ASIPnya banyak, tapi saya berbesar hati, setidaknya anak kedua ini bisa saya beri ASI sampai usia 22 bulan. Memang Jibril tidak genap diberi ASI sampai 2 tahun karena saat usianya 20 bulan, saya sudah hamil lagi dengan kondisi kesehatan yang kurang baik. Atas saran dokter kandungan, saya diminta untuk berhenti menyusui untuk menjaga asupan nutrisi janin dalam kandungan saya dan agar kondisi kesehatan saya bisa membaik. 

Setelah Alexa lahir, saya mulai lebih rajin lagi untuk memompa ASI. Saya pun membeli pompa ASI elektrik agar tangan tidak lelah, saya juga mulai mengatur mood dan mencari cara agar selalu terhindar dari stress. Karena yang saya tahu dan sudah saya buktikan sendiri bahwa jika ibu sedang stress maka berpengaruh pada kuantitas dan kualitas ASI. Saat saya bekerja dengan durasi antara jam 7 pagi sampai jam 2 siang, saya bisa memompa ASI sampai 3 kali. Kebetulan juga saya mendapat jatah untuk pulang menyusui Alexa tiap jam 9. Jadi saya sempatkan untuk memompa pada jam 8 pagi, jam 11 dan jam 1 siang.

Saya bukan tipe ibu yang produksi ASInya sampai tumpah - tumpah, dalam sekali perah rata - rata hanya mendapatkan 100 ml ASI. Tapi saya benar - benar memperjuangkan apa yang menjadi hak Alexa dan alhamdulillah stok ASIP untuk Alexa sangat banyak sampai saya butuh sebuah freezer khusus karena freezer kulkas dua pintu saya sudah tidak cukup. Bahkan saya menawarkan ke beberapa orang untuk menjadi penerima donor ASI saya, meski karena beberapa hal akhirnya terjadi penolakan dan ada juga yang sudah menerima ASIP tetapi tidak diminumkan ke bayinya. Qadarullah, Alexa tidak punya saudara sepersusuan.

Sejak awal pandemi saya terpaksa harus mengajar dari rumah, maka waktu bersama Alexa menjadi lebih banyak. Saya sudah tidak lagi memerah ASI dan lebih memilih untuk menyusui Alexa secara langsung. Stok ASIP di kulkas pun mulai berkurang dan hanya tersisa beberapa kantong saja yang enggan saya buang. Entah rasanya susah harus membuang stok ASIP mengingat perjuangan dalam menyuplai ASI yang tak jarang menguras emosi, tenaga, waktu dan materi.
Stok ASIP Alexa dalam freezer khusus ASIP

Bulan depan Alexa genap berusia 3 tahun dan sampai saat ini masih menyusui, saya masih proses sounding agar dia mau berhenti menyusui. Mungkin karena dia anak terakhir dan saya masih merasa bersyukur sekali dengan ASI yang bisa saya produksi untuk dia sehingga dia tidak saya sapih saat usia 2 tahun seperti anak - anak lainnya. Tetapi saya sangat berharap Januari besok dia bisa berhenti menyusui tanpa drama apapun.

Jumat, 29 Oktober 2021

Nice to meet you, Covid !

 Hey there..

Saya menulis lagi setelah dua tahun blog ini saya abaikan. Tulisan kali ini bukan tentang Jibril atau Alexa, tapi tentang saya yang harus terpaksa berkenalan dengan sebuah penyakit yang sempat saya takutkan.

Saat akhir 2019 seluruh negara dilanda pandemi yaitu penyebaran Covid 19, penyakit yang menyerang pernafasan dan memakan banyak korban. Saya sebagai penderita asma dan seorang ibu dengan anak yang juga menderita asma sangat ketakutan terhadap penyakit ini. Sempat terlalu khawatir dan sangat risih berdekatan dengan banyak orang akibat pikiran buruk saya yang penuh curiga bahwa orang - orang tersebut membawa penyakit atau carrier. Di lain sisi saya juga berfikir bahwa sebenarnya kita hanya menunggu giliran tertular saja, mengingat semakin banyak orang di sekitar saya yang terpapar penyakit tersebut.

Dan ternyata benar...

Berawal dari Jibril yang demam saat Sabtu sore, tapi menjelang malam temperaturnya normal dan dia baik - baik saja. Disusul Alexa yang demam keesokan harinya, tapi hanya berlangsung sehari dan suhu tubuh dia kembali normal seperti sedia kala. Kemudian pada Selasa sore, tepatnya saat libur Idul Adha, saya mulai tidak enak badan dan demam ringan selama dua hari. Keluhan yang saya rasakan saat itu  adalah nyeri badan yang tidak wajar, saya pikir saya hanya kurang istirahat. Kamis pagi kondisi saya membaik, saya sudah mulai mengajar secara online dan juga beraktifitas seperti biasa. Keesokan harinya penciuman dan perasa saya mulai kurang peka, dan Sabtu pagi hilang total. Saya beranikan diri untuk melakukan swab test sore harinya. Dan ternyata benar positif covid.

Perasaan saya saat itu antara sudah menduga bahwa hasilnya pasti positif dan bingung takut mati konyol karena covid. Saya mulai bertanya pada beberapa teman yang kebetulan tenaga medis, apa yang harus saya lakukan agar gejalanya tidak parah. Beruntung teman - teman saya sangat supportif, saran vitamin dan obat dari mereka yang dirasa perlu, langsung saya beli. Selama di rumah saya tetap memakai masker rangkap untuk mencegah penularan kepada Aries dan anak - anak. Meskipun kemudian saya mulai berpikir bahwa anak - anak sudah terlebih dahulu terpapar tapi tidak terdeteksi karena mereka tidak melakukan swab test.


Saya mulai berfikir positif dan tetap tenang, selama kondisi anak - anak sehat dan saya juga baik - baik saja, maka isolasi mandiri yang harus saya jalani tidak akan sulit untuk dilalui. Beruntung saya punya seorang suami yang luar biasa. Aries adalah pahlawan bagi keluarga ini, dia yang selalu sigap mengurus anak dan memenuhi semua kebutuhan nutrisi (baca: jajan) saya selama isoman. Saya juga dikelilingi oleh teman - teman yang sangat peduli. Tiap hari selalu saja ada kiriman makanan, vitamin, dan ramuan herbal untuk kesembuhan saya. Sempat saya berfikir, selama ini saya dikenal judes tapi kenapa banyak yang peduli pada saya, kenapa mereka repot - repot mengirimi saya segala macam makanan. Saya pun berasumsi positif, mungkin teman - teman saya khilaf menuju iba sehingga tergerak untuk memberikan saya asupan makanan terus menerus.


Selama 13 hari isoman, kondisi saya sangat baik dan stabil, hampir tidak ada batuk dan sesak nafas. Saturasi oksigen saya juga bagus, sebagus kecepatan saya melahap semua kiriman makanan dari teman - teman. Saya sangat bersyukur bisa melalui masa sulit ini dengan dukungan penuh dari orang - orang sekitar.