Minggu, 16 November 2014

Rawat Inap Lagi


kondisi Balqis saat di ICU

Bulan Oktober terlihat gelagat yang aneh pada Balqis, dia jadi selalu rewel dan tidak mau ditinggal setiap pagi, meski sudah bertemu dengan neneknya, Balqis tetap saja menangis dan berteriak - teriak agar saya menemaninya. Saya sadar pasti dia sedang tidak enak badan. Memang Balqis sempat diare, tapi setelah saya beri larutan Lacto-B, fesesnya kembali normal. Namun beberapa hari kemudian Balqis mulai demam, demamnya pun tidak konsisten. Karena pada saat itu akhir pekan, jadi saya putuskan membawanya ke dokter pada Senin pagi sebelum saya berangkat ke kantor.

Hasil pemeriksaan dokter di Senin pagi ternyata Balqis terserang Typhus, saya pun browsing sekedar ingin tau gejala dan cara penanggulangan penyakitnya tersebut. Setelah minum obat resep dokter beberapa kali, namun hingga Selasa siang demamnya masih saja tinggi, bahkan dia sempat pendarahan dari hidung. Khawatir terserang DBD, maka sore harinya saya bawa Balqis ke RS terdekat untuk mendapat penanganan yang lebih intensif.

Hal yang paling saya benci dari rawat inap di rumah sakit adalah saat memasukkan jarum infus. Pengalaman terdahulu sudah membuat saya trauma, dimana sulit sekali menemukan pembuluh darah yang pas di tubuh Balqis untuk dimasukkan jarum infus. Dan sekali lagi itu terjadi di rumah sakit ini, hanya bedanya rumah sakit yang sekarang memiliki perawat yang jauh lebih telaten daripada tempat Balqis rawat inap dulu. Setelah seluruh pembuluh darah kecil di permukaan dicari dan dicoba, tapi tak satupun bisa, akhirnya pihak rumah sakit meminta persetujuan saya untuk mengambil tindakan medis yaitu melakukan venna section, dimana akan menyayat sedikit kulit Balqis di bagian kaki untuk dicari pembuluh darah yang lebih besar karena pembuluh darah yang lebih besar letaknya sedikit dalam.
sudah bisa tersenyum di hari ketiga

Surat persetujuan pun saya tanda tangani, yang saya pikirkan saat itu hanyalah kesembuhan Balqis, bagaimanapun caranya itu, saya rasa cairan infus memang harus segera masuk ke tubuh Balqis mengingat dia demam, mulai diare lagi dan sudah didiagnosa dehidrasi. Di ruang bedah saya menunggu di luar dengan suami saya, saya hanya mendengar isak tangis Balqis dan teriakannya memanggil nama saya. Yang bisa saya lakukan saat itu hanya menangis dan berdoa.

Beberapa saat kemudian saya dipanggil untuk memasuki ruangan, saya melihat jarum telah menancap di tulang kering Balqis. Memang sebelumnya saya sudah diinformasikan bahwa bila venna section gagal maka langkah selanjutnya adalah memasukkan cairan infus lewat tulang, meski itupun tidak boleh terlalu lama. Saya juga melihat kaki kanan Balqis diperban bekas luka saat proses venna section. Pikiran saat itu sudah lega karena cairan infus tersebut sudah masuk, tapi yang terjadi malah pembengkakan pada betis Balqis akibat cairan infus yang merembes tidak pada tempat yang seharusnya. Dan jarum di tulang kering tersebut pun dibuka, saya kembali panik dan bertanya - tanya.

Kemudian dokter mengatakan akan memasukkan infus melalui pembuluh darah besar di selangkangan, dengan syarat Balqis harus dibius total karena proses pemasangannya akan sangat menyiksa. Kali ini dokter mengijinkan saya menemani Balqis di kamar bedah. Entahlah bagaimana menggambarkan perasaan saya saat itu, darah di pembuluh darah saya rasanya berhenti mengalir melihat anak satu - satunya yang masih balita harus terbujur lemas di meja operasi demi mendapat penanganan pertama atas penyakitnya. Saya berpikir, mungkin saya kurang beribadah atau kurang beramal sehingga harus mendapat musibah seperti ini. Sembari menangis saya berdoa pada Allah, saya bilang biarlah saya saja yang menanggung dosa - dosa saya, jangan apa - apakan anak saya. Saya bersedia menukar tempat dengannya saat itu. Sungguh tak terbayang bagaimana sakitnya Balqis harus beberapa kali menerima tusukan jarum di tubuhnya.

Singkat kata pemasangan infus itupun sukses, Balqis harus bermalam di ICU hingga keadaannya dinyatakan membaik dan boleh masuk kamar rawat inap. Balqis semalaman tidur nyenyak sekali hingga lupa untuk minum susu, mungkin terlalu lelah menangis dan berteriak dari sore. Keesokan harinya Balqis boleh masuk kamar dan seperti sudah bisa saya tebak, dia tidak kerasan di rumah sakit. Hampir setiap hari dia rewel karena jam tidurnya terganggu oleh kedatangan perawat, dokter ataupun kerabat yang menjenguk Balqis, ditambah lagi posisi jarum infus di selangkangannya yang membuat dia tidak boleh duduk sementara waktu.

Hingga pada hari ketiga saat dokter menyatakan Balqis sudah baikan dan boleh pulang keesokan harinya, saya kemudian meminta perawat untuk mencabut infus Balqis dan atas ijin dokter infus Balqis dicabut. Saya sedikit lega mengingat Balqis sudah boleh duduk dan berjalan lagi tanpa terhalangi infus tersebut. Pada hari keempat, tepatnya Jumat, Balqis sudah boleh pulang. Saya berharap itu terakhir kalinya Balqis rawat inap di rumah sakit. Saya masih tidak bisa menghapus ingatan saya tentang susahnya memasukkan cairan infus ke tubuh Balqis akibat tubuhnya yang gemuk itu.

Saya terlalu mencintai Balqis, saya akan melakukan apa saja demi membahagiakan dia dan melihat dia tumbuh besar dan ceria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar