Minggu, 27 Mei 2012

This Is It... Saatnya melahirkan!!!

Hari itu tanggal 21 Maret pagi, saya jalan-jalan dengan suami sengaja mengambil rute yang labih jauh dari biasanya, saya sudah tidak sabar menunggu waktu persalinan, karena sudah lewat seminggu dari HPL dan sama sekali tidak ada tanda-tanda si buah hati akan lahir. Ditambah lagi kekhawatiran mamah saya dan orang-orang di sekitar saya karena persalinan tak kunjung tiba. 

Kemudian sekitar jam 8, saya melihat ada bercak darah di celana dalam saya, dan terus bertambah disertai nyeri di punggung dan perut. Kata mamah, itulah yang dinamakan kontraksi. which means that SEBENTAR LAGI SAYA MELAHIRKAN.


deg-degan? pasti!
saya sudah banyak mendengar betapa sakit dan menderitanya proses persalinan itu. Bahkan teman saya bilang kalau sakitnya seperti digebukin orang sekampung. oke, yang ini lebay!
Dan kontraksinya semakin menjadi, sungguh rasa sakit yang luar biasa, seperti nyeri haid tapi berpuluhkali lipat rasanya. Saya pun mengabari bidan langganan saya tentang keadaan saya saat itu, lalu pada pukul 8 malam, saya check up.



Awalnya yang saya khawatirkan hanyalah nyeri saat melahirkan, tapi ternyata untuk mengecek "pembukaan" itu sangat sangat sangat menyakitkan! sekitar 3 kali bidan tersebut mengecek "pembukaan" saya, ternyata dari jam 8 malam sampai jam 6 pagi saya tetap pembukaan 5. mengingat saat itu sudah lebih seminggu dari HPL, maka bidan saya merujuk saya ke Rumah sakit untuk dilakukan operasi bedah caesar. 

what?! caesar?? Kali ini mamah saya panik tingkat provinsi.


mamah trauma melihat kakak saya yang begitu tersiksa pasca operasi, betapa tidak, luka operasinya tak kunjung sembuh, bahkan bernanah dan butuh perawatan yang sangat intensif.
saya pun ikutan was-was, tapi juga excited. Ya, excited!
saya tidak peduli tentang plus minus caesar, yang saya pikirkan adalah bagaimana saya segera melihat bayi saya, dengan selamat tentunya...

DETK-DETIK MENJELANG OPERASI
Jam 7 saya check in di Rumah Sakit, saya langsung ditangani perawat-perawat disana, istilah mereka saya "disiapkan" untuk menghadapi operasi. Persiapannya adalah...
  • Pengambilan darah. Menurut penjelasan bidan saya, pengambilan sampel darah itu berguna untuk proses anestesi, apakah akan menggunakan anestesi general atau lokal.
  • Pemasangan katheter atau selang kencing. Untuk yang ini, sungguh sunguh menyakitkan.
  • Pemasangan infus.
  • Penggoresan di telinga kanan. Entah apa istilah medisnya, tapi yang saya tahu itu berguna untuk mengecek adanya alergi atau tidak terhadap anestesinya.
Dan kemudian saya digiring menuju kamar operasi. Saya disambut oleh dokter yang bertugas menganestesi saya, saya diminta duduk sambil memeluk bantal, karena beliau akan menyuntik punggung saya. Lalu disini saya seperti "disalib" dengan kedua tangan dan kaki diikat. Di lengan kanan terpasang alat pendeteksi detak jantung dan tekanan darah. Kemudian dokter tadi memasang tirai di leher saya, yang saya lakukan saat itu hanyalah berdoa agar semuanya berjalan lancar dan tidak terasa sakit tentunya.


Tidak sampai 5 menit sejak tirainya terpasang, saya mendengar tangisan anak saya, Alhamdulillah.. akhirnya dia keluar juga. Ternyata yang membuat kontraksinya melambat adalah dia terlilit tali pusar hingga dua lilitan. Saya sangat bersyukur saat itu karena telah memilih bidan yang tepat, yang tidak mau ambil resiko untuk melakukan induksi pada saya. Saya ingat benar perkataan beliau..
Biar saya dikatain bidan bodoh gak masalah mbak, yang penting pasien saya dan bayinya selamat, saya gak mau ambil resiko terlalu besar.

 Jika beliau memaksa melakukan induksi pada saya, sehingga bayi saya terus menerus berkontraksi dengan lilitan di tubuhnya, maka tidak bisa saya bayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya...


PASCA OPERASI


Setelah keluar dari ruang operasi menuju ruang observasi, saya tolah-toleh berusaha mencari suami dan keluarga saya. Harapan saya mereka menunggu saya dan penasaran akan keadaan saya pasca operasi, minimal seperti di sinetron-sinetron, dimana keluarga pasien dengan rapi menunggu di luar ruang operasi dengan penuh kekhawatiran dan begitu sang dokter keluar, mereka langsung menyerbu sang dokter sambil bertanya "bagaimana dok operasinya?" tapi hal itu tidak saya dapatkan. Hingga saya berkali-kali tertidur di ruang observasi, keluarga saya tak kunjung menjenguk saya, mereka sibuk dengan bayi saya rupanya.



Kemudian lambat laun biusnya hilang, saya mulai merasakan kesemutan di kedua kaki saya, inilah yang saya tunggu-tunggu. Bukan bermaksud menantang, tapi benar saya memang menunggu biusnya hilang. Dan ternyata sungguh sakit yang luar biasa. Rasanya bagai ribuan kali disayat pisau ukuran besar, nyerinya tuh jahannam!


Tapi ternyata tidak ada kata manja setelah operasi, perawat-perawat disana menyarankan (baca: memaksa) saya untuk mulai miring ke kanan dan ke kiri sesaat setelah biusnya hilang, dan mulai berlatih duduk kemudian jalan, intinya tidak boleh membatasi gerak, makin banyak gerak justru makin bagus katanya. Bayangkan, nyerinya saja luar biasa, ditambah harus banyak gerak yang notabene terjadi penekanan pada bekas operasinya. Saya sungguh menderita!

Untuk mempercepat proses penyembuhan pasca operasi, para perawat meminta saya untuk memperbanyak konsumsi protein, telur ayam sehari minimal 5 butir, ditambah sayuran, ikan, daging, susu dan buah-buahan. Selain itu diharuskan untuk mengkonsumsi air sebanyak-banyaknya. Pola makan tersebut saya terapkan hingga 2 bulan pasca operasi, dan hasilnya Alhamdulillah bekas operasi saya sembuh dengan cepat tanpa ada masalah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar